Bisnis
Home » Blog » Cara Mencegah Konflik Franchise, Bangun Hubungan Bisnis Tetap Harmonis

Cara Mencegah Konflik Franchise, Bangun Hubungan Bisnis Tetap Harmonis

Cara Mencegah Konflik Franchise

Dalam bisnis franchise, hubungan antara franchisor dan franchisee ibarat dua sisi mata uang—yang saling bergantung untuk mencapai kesuksesan bersama. Namun, di balik potensi keuntungan besar, konflik bisa muncul kapan saja, baik karena komunikasi yang kurang jelas, ekspektasi yang berbeda, maupun pelanggaran perjanjian. Padahal, sebagian besar konflik franchise sebenarnya dapat dicegah dengan langkah-langkah sederhana namun strategis. Artikel ini akan membahas cara mencegah konflik franchise agar hubungan bisnis tetap sehat, profesional, dan menguntungkan bagi semua pihak.

Cara Mencegah Konflik Franchise

Dalam bisnis franchise, hubungan antara franchisor dan franchisee tidak hanya diatur oleh kesepakatan bisnis, tetapi juga oleh regulasi resmi seperti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Berikut ini adalah beberapa tips yang bisa Anda perhatikan agara hubungan kemitraan tetap sehat dan berkelanjutan.

1. Buat Perjanjian Franchise yang Komprehensif dan Transparan

cara mencegah konflik franchise

Permendag No. 71/2019 menegaskan bahwa perjanjian franchise harus memuat hak dan kewajiban masing-masing pihak secara jelas. Dokumen ini juga wajib mencakup durasi kerja sama, biaya royalti, penggunaan merek, serta tata cara penyelesaian sengketa.

Kontrak yang disusun dengan bahasa yang mudah dipahami tanpa klausul yang multitafsir, dapat mencegah kesalahpahaman di kemudian hari. Sebaiknya, franchisor dan franchisee juga melakukan legal review oleh penasihat hukum independen sebelum menandatangani kontrak.

2. Jaga Komunikasi dan Transparansi Operasional

Salah satu penyebab konflik terbesar adalah kurangnya komunikasi. Oleh sebab itu, franchisor perlu menjalin hubungan aktif melalui pertemuan berkala, laporan performa outlet, dan sistem komunikasi digital yang terpusat.

Keterbukaan informasi tentang kebijakan baru, strategi promosi, dan perubahan harga bahan baku penting agar franchisee tidak merasa dirugikan. Sebaliknya, franchisee juga perlu melaporkan kendala atau keluhan dengan cara profesional agar bisa segera diselesaikan.

3. Terapkan Sistem Pelatihan dan Pengawasan yang Terstandar

UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan juga menyebutkan bahwa franchisor wajib memberikan pembinaan dan bimbingan berkelanjutan kepada franchisee. Artinya, pelatihan bukan hanya saat pembukaan outlet, tapi juga dalam operasional harian.

Pelatihan ini mencakup standar kualitas produk, pelayanan, manajemen keuangan, hingga strategi pemasaran. Dengan demikian, franchisee dapat menjalankan bisnis sesuai pedoman merek tanpa menimbulkan ketidaksesuaian yang berpotensi menjadi sumber konflik.

4. Sediakan Mekanisme Evaluasi dan Penyelesaian Sengketa yang Adil

cara mencegah konflik franchise

Setiap franchise sebaiknya memiliki mekanisme evaluasi kinerja yang objektif dan terukur. Audit internal, laporan keuangan, dan survei kepuasan pelanggan bisa menjadi dasar yang transparan untuk menilai performa outlet.

Selain itu, mekanisme penyelesaian sengketa (misalnya melalui mediasi atau arbitrase) perlu disepakati dalam kontrak agar tidak langsung berujung pada gugatan hukum. Langkah ini sesuai dengan semangat preventive dispute resolution dalam hukum bisnis modern.

5. Hindari Persaingan Internal Antar-Franchisee

Banyak konflik franchise muncul karena persaingan antar outlet di wilayah yang sama. Untuk menghindarinya, franchisor wajib mengatur zonasi dan batas wilayah operasional secara tegas dalam perjanjian.

Selain itu, kebijakan promosi atau diskon juga harus dilakukan secara merata agar tidak menimbulkan rasa ketidakadilan di antara mitra. Sistem zonasi yang jelas membantu menjaga ekosistem bisnis tetap sehat dan saling menguntungkan.

6. Perkuat Support System Franchise

Support system yang solid menjadi fondasi kemitraan jangka panjang. Dukungan ini mencakup distribusi bahan baku, bantuan promosi, hingga pelayanan teknis.

Contohnya, Doyan Ayam menjadi salah satu franchise lokal yang dikenal memiliki sistem support kuat, mulai dari pelatihan karyawan hingga strategi pemasaran digital. Dukungan yang responsif seperti ini tidak hanya meningkatkan kinerja outlet, tetapi juga mencegah potensi konflik karena franchisee merasa didampingi.

7. Junjung Etika Bisnis dan Profesionalisme

Hukum tidak akan efektif tanpa adanya komitmen moral dari kedua pihak. Baik franchisor maupun franchisee perlu menjunjung etika bisnis, seperti kejujuran, tanggung jawab, dan menghormati perjanjian yang telah dibuat.

Sikap profesional, termasuk dalam menyampaikan kritik atau masukan, akan membantu menjaga hubungan jangka panjang. Dengan etika bisnis yang kuat, kemitraan franchise dapat tumbuh dalam suasana saling percaya dan saling mendukung.

Konflik dalam bisnis franchise sejatinya bisa dihindari bila setiap pihak memahami perannya, berkomunikasi terbuka, dan menjunjung profesionalisme. Prinsip kehati-hatian sejak awal bukan hanya melindungi bisnis, tetapi juga menjaga reputasi merek di mata publik.

Untuk panduan dan informasi terbaru seputar regulasi, strategi, serta peluang bisnis waralaba di Indonesia, kunjungi KabarFranchise.com!

Post Related

Leave a Reply

Your email address will not be published.