Apa Itu Situational Leadership: Tipe dan Penerapannya dalam Franchise
Mengapa beberapa pemimpin sukses di satu kondisi, tetapi gagal di situasi lain? Jawabannya karena tidak ada pendekatan tunggal yang selalu berhasil. Namun, pemimpin yang sukses tahu bagaimana caranya bersikap fleksibel ketika menghadapi kebutuhan yang berbeda. Inilah yang menjadi dasar situational leadership, sebuah teori kepemimpinan yang menekankan pentingnya menyesuaikan gaya kepemimpinan berdasarkan kondisi tim dan tantangan yang dihadapi.
Dengan memahami model ini, pemilik usaha, termasuk dalam bisnis franchise, dapat lebih efektif dalam mengelola tim dan meningkatkan produktivitas. Simak penjelasan selengkapnya di artikel ini!
Apa Itu Situational Leadership?

Situational leadership adalah teori kepemimpinan yang dikembangkan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard. Konsep ini menekankan bahwa tidak ada satu gaya kepemimpinan yang efektif untuk semua situasi. Sebaliknya, pemimpin yang sukses harus mampu menyesuaikan pendekatan mereka berdasarkan tingkat kesiapan, pengalaman, dan kebutuhan tim.
Model ini membagi gaya kepemimpinan menjadi empat kategori utama, yang masing-masing disesuaikan dengan kondisi anggota tim.
Dengan pendekatan yang tepat, pemimpin dapat meningkatkan efektivitas kerja, membangun hubungan yang lebih baik dengan tim, dan mendorong produktivitas secara optimal.
Dalam dunia bisnis, termasuk franchise, situational leadership menjadi strategi penting dalam mengelola tim yang memiliki latar belakang dan keterampilan yang berbeda sehingga lebih siap menghadapi tantangan operasional dan memastikan tim bekerja dengan maksimal.
4 Gaya Kepemimpinan dalam Situational Leadership
Dalam situational leadership, terdapat empat gaya kepemimpinan dan setiap gaya memiliki pendekatan yang berbeda dalam membimbing anggota tim untuk mencapai kinerja terbaik. Berikut penjelasan dan contoh penerapannya dalam bisnis franchise.
1. Telling (Directive Leadership)

Pada tahap ini, pemimpin memberikan arahan yang sangat spesifik dan mengawasi pekerjaan dengan ketat. Gaya ini paling cocok untuk anggota tim yang masih baru atau belum memiliki keterampilan yang cukup dalam menjalankan tugasnya.
Contoh dalam bisnis franchise:
Pemilik waralaba baru saja membuka cabang baru dan merekrut karyawan tanpa pengalaman di industri makanan cepat saji. Dalam situasi ini, pemimpin harus mampu memberikan instruksi secara detail. Misalnya bagaimana cara menggoreng ayam sesuai SOP, cara melayani pelanggan, dan menggunakan sistem kasir. Tanpa arahan yang jelas, operasional tidak bisa berjalan sesuai standar.
2. Selling (Persuasive Leadership)
Pada tahap ini, anggota tim sudah mulai memahami tugasnya tetapi masih membutuhkan bimbingan. Ketika berada di situasi ini, pemimpin yang baik tidak hanya harus memberikan instruksi tetapi juga menjelaskan alasan di balik keputusan yang diambil—serta memotivasi tim untuk berkembang.
Contoh dalam bisnis franchise:
Seorang mitra franchise baru mulai menjalankan gerainya, tetapi masih membutuhkan bimbingan dalam strategi pemasaran lokal. Franchisor tidak hanya memberikan panduan teknis tetapi juga menjelaskan manfaat strategi pemasaran tertentu, seperti promosi media sosial atau kerja sama dengan aplikasi pengiriman makanan.
3. Participating (Supportive Leadership)

Pada tahap ini, tim sudah cukup kompeten dan tidak membutuhkan terlalu banyak arahan teknis. Pemimpin lebih berperan sebagai pendukung dan fasilitator, memberikan umpan balik, serta mendorong keterlibatan dalam pengambilan keputusan.
Contoh dalam bisnis franchise:
Manajer franchise yang sudah berpengalaman diberi kebebasan untuk menentukan strategi promosi mingguan di cabangnya. Namun, franchisor tetap memberikan masukan dan dukungan—tetapi tidak lagi mengontrol setiap keputusan kecil.
4. Delegating (Delegative Leadership)
Gaya ini diterapkan ketika anggota tim atau mitra bisnis sudah sangat kompeten dan mandiri. Pemimpin hanya memberikan arahan strategis, sementara eksekusi sepenuhnya diserahkan kepada tim.
Contoh dalam bisnis franchise:
Seorang franchisee yang sudah sukses mengelola beberapa cabang kini dipercaya menjadi master franchisee dan menjalankan inovasi operasional sendiri. Dalam situasi ini, franchisor hanya memberikan pedoman umum dan memantau kinerja, sementara franchisee memiliki kebebasan penuh dalam mengatur operasional harian.
Dalam bisnis franchise, dinamika operasional dan manajemen tim bisa sangat beragam. Maka dari itu, kemampuan menyesuaikan gaya kepemimpinan menjadi salah satu kunci keberhasilan. Pemimpin yang fleksibel tidak hanya membantu tim berkembang, tetapi juga memastikan bisnis tetap kompetitif di tengah perubahan pasar.
Kalau Anda ingin terus mengasah keterampilan kepemimpinan dan memahami strategi bisnis franchise lebih dalam, temukan insight menarik lainnya hanya di KabarFranchise.com!


Leave a Reply